Categories
Ekonomi

Peran Kelas Menengah sebagai Penggerak Ekonomi

Kondisi kelas menengah di Indonesia saat ini menunjukkan dinamika yang cukup menarik dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2024), pada akhir Agustus tercatat sebesar 47,85 juta penduduk masuk dalam kategori kelas menengah. Kondisi ini lebih rendah dibanding tahun 2022, di mana 52% dari total populasi di Indonesia dalam kelas menengah. Aspiring Indonesia Expanding the Middle Class (2024) yang dipublikasi kan oleh World Bank menyebutkan, kelas menengah merupakan masyarakat yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp 1,2 juta –  Rp 6 juta per bulannya. Dengan besaran pendapatan tersebut, Indonesia cenderung sulit untuk keluar dari middle income trap.

Jika ingin keluar dari jerat middle income trap, pendapatan per kapita minimal harus berada di atas 4.465 dollar AS. Dengan rata-rata pengeluaran tersebut, masyarakat masih memungkinkan untuk mengakses barang dan jasa yang lebih beragam seperti teknologi, transportasi, pendidikan tinggi, hingga layanan kesehatan. Namun demikian kondisi perekonomian nasional yang dihadapi merupakan kondisi yang penuh dengan tantangan seperti inflasi, tekanan terhadap daya beli, dan disparitas.

Kelas menengah di Indonesia memiliki karakteristik utama yaitu pola konsumsi beragam dengan pengeluaran terbesar dialokasikan untuk pangan, diikuti sandang dan perumahan, kendaraan, kesehatan, pendidikan, hingga hiburan. Jika ditinjau dari karakteristik pekerjaan, mayoritas pekerja dari kelas menengah bekerja pada sektor formal, sedang sisanya menjalankan bisnis produktif atau wirausaha.

Masyarakat kelas menengah sejatinya menjadi harapan bagi pertumbuhan ekonomi di jangka panjang dengan mengoptimalkan konsumsi. Kemenko Bidang Perekonomian RI (2024) menjelaskan, pertumbuhan triwulan II tahun 2024 dalam sisi pengeluaran ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai 4,93%. Terjadinya peningkatan ini tidak hanya menciptakan peluang ekonomi, tetapi juga mempengaruhi pola konsumsi dan aspirasi sosial, menjadikan kelas menengah sebagai pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, kelas menengah memegang peran penting dalam keberlangsungan perekonomian negara. Hal ini dapat dilihat melalui data oleh BPS (2024) yang menyatakan bahwa sebesar 41,7% pengeluaran yang dilakukan oleh kelas menengah ditujukan untuk konsumsi, sehingga bila terjadi penurunan konsumsi yang signifikan oleh kelas menengah maka akan menggambarkan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Peran lain kelas menengah adalah sebagai berkontribusi dalam penerimaan pajak, penciptaan lapangan kerja, serta meningkatkan keberlangsungan produktivitas perdagangan dan industri.

Pada sisi lain, keterlibatan kelas menengah dalam perekonomian Indonesia berada dalam situasi dua sisi yang bermata dua. Hal ini disebabkan beban yang ditanggung oleh kelas menengah. dengan pendapatan pas-pasan akan semakin berat ke depannya. Pasalnya penerimaan kelas menengah semakin tergerus akibat kebijakan baru yang ditetapkan oleh pemerintah, seperti kenaikan PPN menjadi 12%, iuran Tapera yang didasarkan oleh UMR, kenaikan harga bahan pokok, hingga pembatasan BBM bersubsidi (CNBC Indonesia, 2024).

Hal ini menjadikan peran kelas menengah menjadi cukup krusial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan stabilitas sosial. Sebagai konsumen yang aktif dalam kontribusi pasar domestik, mereka sangat berperan dalam inovasi sosial dan investasi. Dalam perjalanan ke depan bila kelompok masyarakat kelas menengah tidak bisa berperan dalam mendorong inovasi dan perubahan, maka dampaknya lebih dirasakan oleh kelas bawah yang sangat bergantung pada keberlanjutan perekonomian untuk meningkatkan taraf hidup.

Sebagai upaya dukungan kepada kelas menengah, Pemerintah meluncurkan berbagai kebijakan di antaranya program perlindungan sosial, insentif pajak, Kartu Prakerja, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta subsidi dan kompensasi energi. Langkah strategis yang diambil ini selain untuk menjaga daya beli kelas menengah, juga untuk mencegah penurunan kelas menengah ke kelompok rentan serta memastikan pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat. 

 

Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kedaulatan Rakyat pada tanggal 17 Oktober 2024

Unggul Priyadi
Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UII. Bidang riset pada ekonomi kelembagaan. 

Categories
Islam Sosial Budaya

Tiga Manfaat Pengajian bagi Perempuan: Jalan untuk Berkiprah di Ruang Publik dan Menyuarakan Kesetaraan

Dalam kegiatan yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada Februari lalu, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri, mengomentari kebiasaan ibu-ibu yang senang mengikuti pengajian. Beliau mengatakan bahwa seringnya ibu-ibu mengikuti kegiatan keagamaan ini membuat mereka cenderung meninggalkan anak dan keluarganya.

Pernyataan tersebut memantik beragama tanggapan dari berbagai kalangan, utamanya karena dianggap tidak relevan dengan topik pidato yang saat itu disampaikan, yakni tentang stunting pada anak.

Namun, ada pula yang membela Megawati. Salah satunya adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD yang mengatakan bahwa Megawati hanya mengingatkan ibu-ibu yang terlalu sering hadir ke pengajian, bukan melarang.

Terlepas dari segala kontroversi terkait pernyataan politikus senior tersebut, kita perlu melihat secara mendalam mengenai sejarah keterlibatan perempuan dalam kegiatan keagamaan.

Mungkin Megawati juga harus tahu, kegiatan keagamaan bisa menjadi salah satu jalan bagi perempuan untuk berkiprah di luar ranah domestik dan bisa lebih menggaungkan kepentingan perempuan di ranah publik.

Perempuan dan religiositas
Sepanjang sejarah, perempuan kerap kali disingkirkan oleh laki-laki dalam wacana dan ritual keagamaan. Bahkan, posisi mereka sering sebagai pihak yang seakan bertentangan dengan agama.

Misalnya, ada pemahaman keagamaan yang menganggap bahwa perempuan adalah pelaku dosa pada awal periode manusia di bumi, melalui sosok Hawa. Ini kemudian membuat perempuan sering kali dianggap sumber masalah bagi agamawan.

Padahal, penelitian dari Pew Research Center tentang kesenjangan gender dalam agama di ranah global menunjukkan bahwa secara umum, perempuan dari beragam latar belakang keagamaan di seluruh dunia cenderung lebih taat daripada laki-laki dalam partisipasi kegiatan keagamaan.

Dalam salah satu indikator terkait partisipasi peribadatan, riset Pew mengungkap bahwa laki-laki di Indonesia lebih banyak terlibat dalam kegiatan peribadatan. Namun, hal ini bukan berarti bahwa perempuan tidak lebih aktif dalam kegiatan peribadatan dan keagamaan.

Pembacaan yang kurang tepat dalam riset Pew ini disebabkan karena pemaknaan kegiatan keagamaan hanya terbatas pada ritus dan ibadah wajib. Kegiatan harusnya juga meliputi hal lain seperti diskusi keagamaan dan acara-acara yang berlangsung dalam perkumpulan keagamaan. Dalam Islam, contohnya adalah pengajian dan majelis taklim sebagai tempat mengkaji dan mempelajari ajaran keagamaan.

Di sini, partisipasi perempuan dalam kegiatan keagamaan di Indonesia bukanlah hal yang baru.

Pada awal abad ke-20, lahirnya gerakan Muhammadiyah (organisasi Islam modernis) dan Aisyiyah (organisasi otonom perempuan Muhammadiyah) telah berkontribusi mendorong emansipasi perempuan Indonesia dalam bidang pendidikan dan keagamaan.

Salah satu gebrakan penting yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan Aisiyah pada masa itu adalah pendirian Mushola Aisyiyah yang diprakarsai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Mushola Aisiyah didirikan untuk memberikan ruang bersosialisasi dan berkumpul bagi perempuan yang selama ini perannya cenderung terbatas di ranah publik.

Setelah Aisyiyah, beberapa organisasi lain seperti Persatuan Islam Istri (Persistri), Muslimat Nahdlatul Ulama, Wanita Islam, dan Badan Koordinasi Majelis Taklim juga muncul untuk memberdayakan perempuan muslim Indonesia. Selain itu, salah satu perempuan muslim Indonesia, Rahmah el Yunusiyyah juga terkenal dengan kiprahnya mendirikan Diniyah Putri sebagai sekolah tinggi keagamaan putri yang pertama di dunia. Hal ini kemudian menginspirasi Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, untuk membangun Kulliyat al-Banat sebagai kampus perempuan untuk mahasiswi di negara tersebut.

Dari pencapaian-pencapaian tersebut, kita bisa melihat bahwa partisipasi perempuan dalam organisasi keagamaan Islam telah memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan status perempuan Indonesia.

Organisasi-organisasi tersebut membuka jalan bagi perempuan muslim Indonesia untuk berkiprah di luar ranah domestik.

Perempuan ikut pengajian: tidak sekadar mencari ilmu agama
Sebagai akademisi hubungan internasional yang fokus pada studi agama dan gagasan politik Islam, saya mengamati adanya empat hal utama yang mendorong keterlibatan aktif perempuan dalam kegiatan keagamaan, terutama dalam pengajian.

Pertama, riset menunjukkan bahwa menghadiri pengajian bisa berkorelasi positif terhadap kesehatan mental mereka, terutama untuk perempuan lanjut usia (lansia).

Perempuan lansia cenderung semangat mengikuti pengajian karena kegiatan tersebut memberikan kesempatan mereka untuk bersosialisasi. Hal ini biasanya sulit didapatkan oleh perempuan lansia yang sudah tidak memiliki pekerjaan atau rutinitas yang padat.

Adanya kesempatan bagi para perempuan lansia untuk mendalami agama sembari berbagi cerita hidup dan tips keseharian merupakan aktivitas dalam pengajian yang dapat mengurangi kecenderungan mereka mengalami depresi dan kecemasan. Pengajian ternyata dapat membantu perempuan lansia menghadapi masa tua dengan bahagia tanpa perlu takut merasa sendirian.

Kedua, motif ekonomi dan kesejahteraan juga menjadi salah satu faktor yang mendorong keikutsertaan perempuan dalam kegiatan pengajian.

Perempuan yang bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang pasar, misalnya, seringkali terjebak jeratan utang karena adanya kerentanan dan ketidakstabilan ekonomi. Beberapa pengajian atau majelis taklim menyadari adanya masalah ini, sehingga sebagian pengurus pengajian berinisiatif membentuk jaring pengaman sosial yang dibakukan dalam bentuk baitul mal wa tamwil (BMT) – yang berarti rumah harta dan permodalan usaha.

BMT ini memberikan kesempatan kepada perempuan anggota pengajian untuk mendapatkan akses mikrokredit dengan syarat yang relatif mudah, sehingga mereka dapat keluar dari jeratan utang dan menjadi lebih mandiri secara ekonomi. Beberapa pengajian bahkan juga berinisiatif mendirikan pelatihan kewirausahaan.

Ketiga, adanya pengajian memberikan kesempatan kepada perempuan untuk beraspirasi di ruang publik secara lebih terbuka.

Pengajian maupun majelis taklim menjadi ruang publik bagi para perempuan untuk menyuarakan kepentingannya kepada pihak terkait.

Biasanya para anggota pengajian akan menyampaikan aspirasi dan opininya kepada para ustazah atau pengelola pengajian untuk diteruskan kepada para anggota dewan atau politikus di daerah terkait.

Salah satu contohnya adalah koordinasi antarpengajian perempuan di bawah pimpinan Tutty Alawiyah, pendiri Badan Koordinasi Majlis Taklim. Mereka berhasil mendesak pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Anti Minuman Alkohol dan Prostitusi.

Masa depan pengajian perempuan
Mengingat besarnya potensi pengajian dalam menggerakan perempuan di ruang publik, maka ke depannya kegiatan pengajian ini harus lebih dikembangkan secara terfokus.

Contohnya, pengajian perempuan perlu lebih banyak membahas tentang hak-hak perempuan dan kesetaraan gender di ruang publik. Isu-isu seperti hak pekerja perempuan dan rumah tangga, maraknya perkawinan anak, serta praktik pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan, bisa menjadi kajian bersama dalam pengajian guna meluruskan perspektif yang keliru.

Pengajian perempuan juga perlu mempertimbangkan kolaborasi dengan ragam organisasi. Ini termasuk diskusi lintas iman untuk membahas isu-isu krusial yang berkaitan dengan masalah lingkungan, ketahanan keluarga dan kesehatan masyarakat. Srikandi Lintas Iman adalah salah satu contoh gerakan yang bisa menjadi inspirasi bagi kegiatan pengajian lainnya di seluruh Indonesia.

 

Tulisan sudah dimuat di The Conversation Indonesia pada tanggal 20 April 2023

Hadza Min Fadhli Robby
Dosen Jurusan Hubungan Internasional UII. Pengamat politik Turki dan India. Bidang riset pada studi gagasan politik Islam dan studi agama dalam Hubungan Internasional.