Categories
Ekonomi

Inflasi Akhir Tahun

Berdasarkan data historis, setiap akhir tahun terjadi kenaikan inflasi musiman. Kenaikan tersebut disebabkan oleh lonjakan permintaan dari kunjungan wisatawan yang menikmati liburan Natal dan Tahun Baru. Pada tahun 2023, setidaknya 800 ribu wisatawan telah melewatkan liburan akhir tahunnya di DIY. Tahun ini diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 6 persen. Keberadaan wisatawan ini akan mendorong peningkatan permintaan konsumsi secara signifikan sehingga memberikan potensi tekanan inflasi pada akhir tahun.

Inflasi yang tidak terkendali berdampak buruk pada stabilitas harga-harga kebutuhan pokok masyarakat sehingga berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Menjelang periode akhir tahun, inflasi terjaga dengan baik dan masih berada pada rentang inflasi yang ditargetkan oleh Pemda dan Bank Indonesia DIY yaitu 2.5 ± 1%.

Inflasi pada Bulan Oktober 2024 menunjukkan angka yang terkendali yaitu sebesar 0.09% (month to month). Sedangkan inflasi tahunan mencapai 1.57% (year on year) lebih rendah daripada inflasi nasional. Kelompok pengeluaran seperti Perawatan Pribadi dan Jasa Lainya; Makanan, Minuman, dan Tembakau; serta Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran memberikan andil kenaikan inflasi pada bulan tersebut.

Terkendalinya inflasi pada Bulan Oktober diharapkan dapat terus berlangsung sampai periode Natal dan pergantian tahun 2024/2025 mendatang. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DIY dapat menempuh beberapa langkah kebijakan terutama pengelolaan dari sisi penawaran perekonomian (supply), baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam jangka pendek, pemerintah daerah harus menjamin ketersediaan pasokan bahan-bahan kebutuhan pokok makanan dalam jumlah yang cukup dan aman untuk mengokomodasi lonjakan permintaan wisatawan. Melalui bantuan teknologi informasi, langkah ini dapat ditempuh melalui pemantauan perkembangan neraca pangan dan harga komoditas utama secara reguler, serta koordinasi dan komunikasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan seperti para pemasok utama dan pemerintah daerah lainnya.

Pengelolaan ekspektasi masyarakat, baik konsumen maupun produsen, terhadap potensi inflasi melalui edukasi dan transparansi informasi terkait dengan perkembangan pasokan dan harga dapat membantu pemerintah dalam mengendalikan inflasi akhir tahun. Pengkondisian jalur-jalur distribusi logistik utama juga sangat penting karena potensi kepadatan lalu lintas yang melonjak tajam dapat mengganggu kelancaran arus distribusi barang sampai pada konsumen akhir.

Dinas Perhubungan memperkirakan setidaknya 400 – 500 ribu kendaraan akan keluar dan masuk ke DIY selama periode musim liburan akhir tahun nanti. Selain itu, potensi curah hujan yang cukup tinggi di akhir tahun juga memiliki resiko tersendiri seperti banjir, tanah longsor dan kegagalan panen. Pemda harus mengantisipasinya dengan meyiapkan skenario mitigasi terhadap gangguan kemacetan maupun resiko bencana alam.

Upaya pengendalian inflasi di DIY masih menyisakan pekerjaan rumah yang cukup besar mengingat upaya pengendalian inflasi selama ini masih fokus pada target-target pengendalian harga dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang pemerintah daerah harus tetap mengupayakan kemandirian pangan dan hilirisasi sektor-sektor pertanian tanaman pangan dan berbagai komoditas turunannya. Disamping dapat mengurangi ketergantungan pada daerah lain dan menjamin ketersediaan bahan-bahan pokok makanan di tingkat lokal daerah, hilirisasi juga dapat menciptakan nilai tambah dan kesempatan kerja baru sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat.

Selain itu kebijakan pengaturan pola musim tanam terutama pada komoditas pertanian tanaman pangan utama harus terus disosialisasikan dan diterapkan untuk menghindari adanya kelebihan persediaan (over supply) yang cenderung merugikan produsen/petani. Sebaliknya kelangkaan (shortage) yang menyebabkan inflasi dan cenderung merugikan konsumen.

Pengelolaan inflasi yang teritegratif baik dalam jangka pendek dan panjang masyarakat berharap momentum lonjakan kedatangan wisatawan di akhir tahun nantinya tidak menimbulkan gejolak inflasi yang merugikan. Tingkat inflasi daerah diharapkan tetap terkendali dan terjaga sehingga tidak hanya melindungi daya beli masyarakat akan tetapi juga memberikan insentif kepada produsen untuk terus berusaha meningkatkan produksinya. 

 

Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kedaulatan Rakyat pada tanggal 8 Desember 2024

Rokhedi Priyo Santoso
Dosen Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UII. Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta.

Categories
Sosial Budaya Trending

Riset: Jurnalis Perempuan Masih Menjadi Target Rentan Kekerasan

Berdasarkan survei berskala nasional itu, sebanyak 85,7% dari 1.256 jurnalis perempuan dari seluruh Indonesia yang menjadi responden pernah mengalami berbagai tindakan kekerasan. Sebanyak 753 jurnalis perempuan (70,1%) mengaku mengalami kekerasan, baik di ranah fisik maupun digital. Dari pengakuan responden yang mengalami kekerasan tersebut, hanya 179 jurnalis (14,3%) yang tidak pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang karier jurnalistik mereka.

Data terbaru dari hasil riset kolaboratif antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan PR2Media pada tahun 2022 juga menunjukkan fakta serupa. Riset tersebut mengungkapkan 82,6% dari 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi yang menjadi responden penelitian tersebut menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual.

Kedua temuan ini menjadi sinyal bahaya sekaligus ironi.

Bahaya karena menguatkan fakta bahwa kekerasan terhadap perempuan masih mengancam, terus terjadi, bahkan semakin meningkat di sekitar kita, tanpa memandang profesi, termasuk dengan adanya jenis kekerasan gender berbasis online (KGBO), yakni ketidakadilan dan diskriminasi gender yang terjadi di ruang online, seperti pelecehan, intimidasi, penguntitan, penyadapan, dan pornografi yang tidak diminta.

Ironis karena kekerasan ini justru banyak dialami oleh jurnalis perempuan, kelompok yang secara sosial dan politik dapat dikategorikan lebih berdaya karena profesi dan pengetahuannya dibanding perempuan Indonesia pada umumnya.

Berawal dari ruang redaksi

Meskipun di era sekarang jumlah jurnalis perempuan terus meningkat, daya tawar sosial politik para jurnalis perempuan di tempat kerja masih terbatas. Kultur maskulin yang mengidentikkan pekerjaan jurnalis sebagai pekerjaan laki-laki lebih mendominasi ruang-ruang diskusi.

Isu-isu yang diangkat dan ditulis perempuan banyak diklasifikasi media sebagai isu yang dianggap ringan dan aman bagi perempuan, seperti gaya hidup, fesyen, dan kehidupan domestik. Eksistensi jurnalis perempuan yang menempati posisi struktural media dan aktif membahas isu-isu penting, seperti politik, ekonomi, dan hukum belum menjadi tren umum bagi media-media arus utama di Indonesia.

Penelitian PR2Media tahun 2021 juga menemukan fakta bahwa mayoritas pelaku kekerasan terhadap jurnalis perempuan adalah rekan kerja (20,9%) dan atasan (6,9%).

Data ini memunculkan tanda tanya tentang apa yang telah dilakukan oleh organisasi media tempat jurnalis bekerja ketika menghadapi situasi tersebut. Lebih jauh ketika organisasi media tidak mampu menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis mereka sendiri, ke mana penyintas kekerasan mengadukan kasusnya untuk mencari pertolongan dan keadilan?

Di sinilah perlunya menciptakan ruang aman bagi jurnalis perempuan. Ruang aman yang mengedepankan budaya tanpa kekerasan, mulai dari individu jurnalis, organisasi atau perusahaan media, asosiasi jurnalis, dan regulator media.

Dilihat dari angka statistik AJI tahun 2012, jumlah jurnalis perempuan di Indonesia dibanding jurnalis laki-laki hanya sekitar 1:4 (25%). Data lain dari Angela Romano, akademisi Australia yang meneliti perkembangan pers Indonesia dalam transisi politik 1998, merinci variasi data persentase jurnalis perempuan di Indonesia antara tahun 1973-2001 yang meningkat dari 2% hingga 30% dari total jurnalis.

Sayangnya, jumlah jurnalis perempuan yang meningkat tidak otomatis mengindikasikan rendahnya budaya kekerasan terhadap perempuan yang bekerja dalam media.

Fenomena ini disebut sebagai ‘glass ceiling’ atau ‘langit-langit kaca’, yang menggambarkan pengalaman perempuan yang bekerja pada mayoritas organisasi media di dunia.

Langit-langit kaca adalah istilah yang menggambarkan situasi meskipun perempuan mulai banyak berpartisipasi di media, lebih sedikit perempuan yang memegang posisi kunci, berkontribusi nyata dalam proses pengambilan keputusan besar, atau mampu naik ke posisi yang lebih tinggi, lebih kuat, dan menguntungkan selama karier mereka di media.

Kondisi ‘glass ceiling’ ini berpotensi melanggengkan kekerasan karena kebijakan atau keputusan tentang jurnalis perempuan akhirnya diselesaikan dari kacamata ‘boys club’, istilah yang merujuk pada dominasi laki-laki yang menduduki posisi-posisi puncak dalam manajemen media.

Perlunya regulasi yang mampu melindungi jurnalis perempuan

Selain mengikuti dan menindaklanjuti konvensi global dan lokal pada organisasi media secara nyata, Dewan Pers bersama asosiasi-asosiasi jurnalis dan organisasi media perlu segera mendorong dan menyusun regulasi serta kebijakan yang dapat melindungi dan mencegah kekerasan terhadap jurnalis, khususnya jurnalis perempuan.

Selama ini belum ada regulasi khusus dan peraturan standar tentang pencegahan, perlindungan, dan penanganan kasus kekerasan untuk jurnalis perempuan di Indonesia. Peraturan Dewan Pers Tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Wartawan, misalnya, masih bersifat umum dan normatif.

Dukungan dan kehadiran semua pemangku kepentingan dalam membangun ekosistem antikekerasan terhadap jurnalis perempuan diperlukan di semua lini. Langkah Dewan Pers menyelaraskan visi manajemen dan pemilik media untuk melindungi jurnalis perempuan menjadi keniscayaan. Dewan Pers diperlukan sebagai otoritas lembaga yang lebih tinggi dalam mengatur kehidupan pers di Indonesia.

Aturan yang melarang adanya kekerasan di media ini tidak hanya berkaitan dengan konten-konten media, tapi menyasar kebijakan struktural dalam organisasi sehingga mampu memberi payung hukum dan sanksi yang tegas bagi pengelola media.

Langkah konkret selanjutnya, media perlu menyusun aturan turunan yang detail, bisa berupa protokol, peraturan perusahaan, ataupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tentang perlindungan jurnalis, khususnya terhadap jurnalis perempuan, termasuk kekerasan seksual sebagai bagian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Keberadaan aturan ini akan memberikan jaminan kepada korban untuk berani melaporkan kasusnya, tanpa ancaman pemecatan atau konflik ketenagakerjaan lain yang merugikan.

Dengan adanya jaminan regulasi, jurnalis memiliki ruang yang leluasa untuk mewujudkan sistem pendukung berbentuk serikat, asosiasi, dan gugus tugas yang berorientasi pada perlindungan jurnalis perempuan. Ini tentunya disertai dengan beragam pelatihan yang berkelanjutan, termasuk memberi materi baru tentang perlindungan keamanan digital dan pemahaman KGBO bagi jurnalis.

Menciptakan ruang aman bagi jurnalis perempuan

PR2media membuat modul Mencegah dan Mengatasi Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan dan mendefinisikan ruang aman untuk jurnalis perempuan sebagai kesadaran, sistem dukungan, dan ketersediaan infrastruktur yang menjamin keamanan mereka dari berbagai tindak kekerasan.

Ruang aman untuk jurnalis perempuan diawali dengan pengarusutamaan kesetaraan gender dan budaya antikekerasan di ruang redaksi dan perusahaan media secara umum. Ini dapat mencegah normalisasi adanya kekerasan terhadap jurnalis perempuan karena pandangan dan kultur misoginis. Sikap menyangkal adanya kekerasan karena pandangan dan kultur misoginis serta menganggap normal pelecehan lewat candaan atau lelucon bisa dicegah.

Tidak hanya eksklusif untuk aktivis perempuan, pengarusutamaan gender sangat diperlukan di semua lini kerja jurnalistik. Langkahnya bisa dimulai dengan mengajak jurnalis laki-laki peduli dan punya kesadaran yang sama tentang kekerasan terhadap jurnalis perempuan.

 

Tulisan sudah dimuat di rubrik The Conversation Indonesia pada tanggal 10 Maret 2023

Iwan Awaluddin Yusuf
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UII. Peneliti pada riset jurnalisme, gender, dan media digital. 

Categories
Politik

Peringatan Hatta dan Fakta Hitler

Hatta mengingatkan adanya dua sisi buruk demokrasi, yakni pembunuhan demokrasi dengan demokrasi dan munculnya anarki.

Menurut Bung Hatta, jika tidak dikelola dengan benar, kedaulatan rakyat bisa menjadi perkakas untuk memakan rakyat. Dengan kata lain, demokrasi bisa membunuh demokrasi.

Bung Hatta berbicara banyak mengenai demokrasi, antara lain, melalui tulisan-tulisannya di majalah Daulat Ra’jat tahun 1931-1933, seperti dimuat dalam jilid 1 buku Karya Lengkap Bung Hatta (LP3ES, 1998).

Ketika Hatta menulis itu, 1931, Hitler di Jerman masih berjuang untuk meraih kekuasaan melalui proses demokrasi, yaitu memimpin partai dan ikut dalam pemilu. Namun, munculnya Hitler menjadi fakta bahwa yang dinyatakan oleh Bung Hatta itu benar.

Rakyat, jantung demokrasi
Waktu itu Hatta masuk dalam polemik tentang demokrasi Barat dan demokrasi asli Indonesia. Pemantiknya adalah kecenderungan umum bahwa jika perjuangan untuk meraih kemerdekaan kelak berhasil, Indonesia harus memakai sistem demokrasi.

Banyak yang setuju dengan ide itu, tetapi ada juga yang tidak setuju. Ada yang setuju asalkan memakai demokrasi asli Indonesia, bukan demokrasi Barat.

Hatta mengatakan, demokrasi asli Indonesia yang diteriakkan itu harus ada penjelasannya, jangan hanya kalimat kosong, words, only words. Begitu juga perlu dijelaskan, mengapa dan sejauh mana demokrasi Barat harus kita tolak.

Bung Hatta kemudian menjelaskan tentang itu. Menurut Hatta, demokrasi sejak dulu sudah ada di berbagai belahan dunia, termasuk di masyarakat Indonesia. Esensinya sama, jantung demokrasi adalah rakyat.

Demokrasi adalah pemerintahan yang berdasarkan keinginan dan kehendak rakyat. Meskipun begitu, filosofi dan bangunan (strukturisasi) demokrasi Barat dan demokrasi asli Indonesia itu berbeda.

Filosofi demokrasi Barat adalah individualisme yang kemudian melahirkan kapitalisme dan liberalisme serta imperialisme di bidang politik dan ekonomi. Sedangkan filosofi demokrasi asli Indonesia adalah kolektivisme yang berwatak kerja sama dan tolong-menolong melalui usaha bersama untuk kemajuan seluruh rakyat.

Demokrasi asli, kata Hatta, sudah sejak berabad-abad hidup di desa-desa di Indonesia. Namun, demokrasi asli sudah melenceng karena dirusak oleh feodalisme (sifat perbudakan) yang dibangun oleh penguasa-penguasa lokal yang kemudian diperparah oleh hadirnya kaum penjajah. Rakyat kemudian mengalami inferiority complex (rendah diri) dan berkubang dalam keterbelakangan.

Oleh karena jantung demokrasi, di mana pun, adalah sama, yakni rakyat, maka demokrasi Barat ataupun demokrasi asli sama-sama bisa dipakai di Indonesia, tetapi tidak diambil mentah-mentah, harus disesuaikan dengan filosofi kerakyatan dan kebutuhan masa depan Indonesia yang adaptif dengan kemajuan zaman.

Demokrasi di Indonesia tetap harus berdasarkan kolektivisme, tetapi kolektivisme baru. Secara politik demokrasi asli berwatak permufakatan yang berangkat dari desa-desa dan diteruskan secara berjonjong-jonjong sampai ke tingkat nasional melalui pembentukan Dewan Rakyat Indonesia, DPR kalau sekarang.

Secara mendasar pula, demokrasi asli mengandung cita-cita bagi rakyat untuk mendapat hak rapat (berkumpul), protes (termasuk menyatakan pendapat), dan tolong-menolong.

Hatta mengatakan bahwa kedaulatan rakyat bisa menjadi alat untuk memakan kedaulatan rakyat.

Dalam bidang perekonomian filsafat kolektivisme Indonesia mengharuskan ekonomi disusun sebagai usaha bersama untuk kepentingan bersama, tidak lagi dengan pembagian cara dan hasil kerja tradisional melainkan harus diperbarui menjadi produksi koperasi. Hatta memberikan substansi makna yang sama untuk istilah demokrasi, kedaulatan rakyat, dan volkssouvereiniteit.

Dua sisi buruk demokrasi
Selanjutnya, Hatta mengingatkan adanya dua sisi buruk demokrasi, yakni pembunuhan demokrasi dengan demokrasi dan munculnya anarki.

Hatta mengatakan bahwa kedaulatan rakyat bisa menjadi alat untuk memakan kedaulatan rakyat. Bentuknya, banyak keputusan negara yang merampas hak rakyat dan melanggar hak asasi manusia, tetapi dibuat melalui prosedur dan lembaga formal demokrasi.

Banyak korupsi terjadi dan diputuskan melalui kolusi di antara tokoh-tokoh politik yang menguasai lembaga-lembaga demokrasi. Selain itu, Hatta mengingatkan juga kemungkinan runtuhnya demokrasi karena kebebasan yang berlebihan sehingga menimbulkan anarki di dalam masyarakat.

Hatta mencontohkan runtuhnya demokrasi di Perancis yang melahirkan kebebasan yang berlebihan menyusul Revolusi Perancis 1789 yang gemilang itu. Di sana anarki sehingga muncullah penguasa kuat dan otoriter, yakni Napoleon, yang membentuk Politiestaat (negara kekuasaan). Politiestaat ini kemudian menelan kembali demokrasi dengan alasan mengatasi anarki.

Fakta tentang Hitler
Kisah diktator Hitler, penguasa Jerman, dapat disebut sebagai contoh bahwa demokrasi bisa dipergunakan untuk membunuh demokrasi. Hitler adalah pimpinan Partai Nazi, Partai Pekerja Sosialis Nasional Jerman, tepatnya Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP), yang pada 1923 dijatuhi hukuman penjara karena pemberontakan.

Setelah keluar dari penjara (1924), Hitler membawa NSDAP mengikuti pemilu sampai beberapa kali dan berhasil mendapat kursi meski tak signifikan. Dengan menggunakan modal politik NSDAP, Hitler merancang kediktatoran- nya lewat proses demokrasi. Mula-mula Hitler mengajak partai-partai untuk meminta Presiden Jerman Paul Von Hindenburg agar mengangkat dirinya menjadi kanselir (perdana menteri).

Meskipun tidak mudah karena semula Presiden Hindenburg menolak, pada 30 Januari 1933 Hitler berhasil diangkat sebagai kanselir.

Selanjutnya, pada 23 Maret 1933, Hitler berhasil memaksa diberlakukannya Undang-Undang Pemberian Kewenangan yang dengan undang-undang itulah Hitler membangun kediktatoran Nazi yang buas dan kejam hingga 1945. Perampasan hak rakyat dan kejahatan kemanusiaan dengan korban ribuan manusia dilakukan oleh Hitler.

Tak ada yang bisa menandingi kekejaman Hitler dalam kediktatorannya sehingga ia dijuluki sebagai penjahat perang terbesar pada Perang Dunia II.

Kediktatoran dan kejahatannya dibangun melalui mekanisme dan lembaga-lembaga demokrasi dengan kolusi dan koersi antaraktor-aktor politik. Itulah contoh, Hitler membunuh demokrasi dengan demokrasi.

Banyak korupsi terjadi dan diputuskan melalui kolusi di antara tokoh-tokoh politik yang menguasai lembaga-lembaga demokrasi.

Seusai Perang Dunia II tahun 1945, kediktatoran Hitler berakhir. Hitler diburu tentara Sekutu dan dikejar-kejar oleh rakyatnya. Sejarah hidupnya berakhir tragis ketika dia dan istrinya berusaha kabur serta bersembunyi melalui sebuah terowongan di Berlin Bunker.

Mayat suami-istri itu tidak ditemukan dan tak ada kuburannya sampai sekarang. Ada yang bilang, Hitler dan istrinya ditembak oleh anak buahnya sendiri dan mayatnya dibuang setelah dirusak. Ada yang bilang, Hitler dan istrinya bunuh diri untuk kemudian jenazahnya dibakar sampai jadi abu.

Ada juga yang bilang, Hitler dan istrinya ditangkap oleh tentara Sekutu untuk kemudian dieksekusi di tempat yang dirahasiakan kepada umum.

Peringatan bagi Indonesia
Dalam suasana peringatan hari proklamasi kemerdekaan tahun ini, ada baiknya kita mengingat peringatan Bung Hatta tentang dua sisi bahaya dari demo- krasi itu. Melihat perkembangan dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia, banyak hasil kajian yang mengkhawatirkan kelangsungan Indonesia kita.

Masalahnya, korupsi terus merajalela, kejahatan bermunculan, demokrasinya kolutif. Penegakan hukum masih lemah dan diwarnai oleh kolusi, penyuapan, dan berbagai transaksi gelap sampai pada isu saling sandera.

Banyak hasil kajian, korupsi dan berbagai jenis kolusi di Indonesia ditempuh dengan mekanisme formal di lembaga-lembaga demokrasi, yakni kongkalikong antara tokoh-tokoh dan lembaga demokrasi yang melibatkan oknum di lembaga-lembaga penegak hukum.

Bersamaan dengan itu muncul juga gejala anarki yang mengkhawatirkan karena kebebasan yang berlebihan dalam masyarakat.

Untuk Indonesia yang lebih baik dan dalam menuju Indonesia Emas, perlu kita pedomani peringatan Hatta tentang sisi buruk demokrasi yang ditulisnya dengan cemerlang pada 1931, atau 93 tahun lalu, 14 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan kita.

Selamat HUT Kemerdekaan Ke-79 Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2024 dan Hari Konstitusi Republik Indonesia 18 Agustus 2024. Merdeka!

 

Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kompas pada tanggal 20 Agustus 2024

Moh. Mahfud MD
Guru Besar Bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII. Menteri Pertahanan (2000-2001), Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-2013), dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (2019-2024)