Kota Yogyakarta sampai tahun 2025 ini belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara khusus mengenai kebudayaan. Meski pada tingkat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah diatur secara komprehensif di dalam Perdais DIY Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan, tetapi sebagai kota yang memiliki kewenangan tersendiri sudah sepatutnya Kota Yogya karta juga memiliki Perda Kebudayaan.
Sedikit lebih maju daripada Kota Yogyakarta, Kabupaten Gunungkidul telah memiliki Perda khusus mengenai pengelolaan kebudayaan sejak tahun 2022 lalu. Perda tersebut setidaknya dapat menjadi pijakan dan jaminan akan hadirnya Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam urusan kebudayaan, baik sekarang maupun mendatang.
Mendesak
Setidaknya ada beberapa argumentasi mengapa pembentukan Perda tentang Kebudayaan sangat urgen untuk segera diwujudkan di Kota Yogyakarta. Secara filosofis, sebagai bagian dari DIY, Kota Yogyakarta mewarisi nilai-nilai luhur Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kadipaten Pakualaman dan masyarakat. Warisan budaya tersebut perlu dilindungi, dikembangkan, dimanfaatkan dan dibina agar terus lestari. Pemerintah Daerah harus hadir dalam rangka mempertahankan eksistensinya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan di tengah tantangan dan hambatan peradaban daerah.
Secara sosiologis, tren positif pengelolaan kebudayaan yang dianggap telah baik perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Raihan kategori terbaik/emas oleh Kota Yogyakarta dalam penghargaan Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024 dari Kementerian Kebudayaan, perlu juga diimbangi dengan kontribusi murni Kota Yogyakarta kepada pengelolaan kebu- dayaan.
Saat ini, kontribusi Kota Yogyakarta dalam tata kelola kebudayaan, secara mayoritas masih dalam kedudukannya sebagai pelaksana dan penerima tugas urusan keistimewaan bidang kebudayaan dari Pemerintah DIY, bukan murni dari inisiatif atau otonomi Kota Yogyakarta. Padahal, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan memberikan kesempatan kepada Pemerintah Kota untuk juga turut aktif dalam memajukan dan melestarikan kebudayaan di daerahnya.
Secara yuridis, kontribusi yang belum optimal di atas dapat dimaklumi karena Pemerintah Kota Yogyakarta sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Tahunan 2023 Dinas Kebudayaan mengamini sendiri bahwa Kota Yogyakarta memiliki keterbatasan perangkat regulasi teknis terkait dengan pelestarian, pengawasan, dan pengembangan seni budaya di Kota Yogyakarta. Hal tersebut mengindikasi- kan bahwa terjadi kekosongan hukum bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam melakukan tata kelola kebudayaan yang berlandaskan atas otonomi daerah.
Materi Muatan
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka ke depan, baik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta perlu segera membentuk Perda Kota Yogyakarta tentang Kebudayaan. Materi muatan yang perlu diatur dapat berisi beberapa hal berikut. Pertama, sinkronisasi dan harmonisasi kewenangan antara Pemerintah Daerah DIY dengan Pemerintah Kota Yogyakarta. Tujuannya bukan untuk memperumit pembagian kewenangan, tetapi justru dapat memperjelas masing-masing kewenangan dari dua daerah tersebut. Di samping sebagai pelaksana tugas dari Pemerintah DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta juga perlu dimak- simalkan kontribusinya seba- gai daerah yang memiliki kewenangan tertentu.
Kedua, pemetaan mengenai objek kebudayaan.yang bersumber dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kadipaten Pakualaman dan masyarakat yang memang berada di Kota Yogyakarta di antaranya nilai hamemayu hayuning bawana, segoro amarto, dan rewang/balad. Ketiga, perlu pengaturan mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan urusan di bidang kebudayaan yang dapat terdiri pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
Keempat, pemeliharaan dan pengembangan rintisan ke lurahan budaya serta kelurahan budaya. Dua entitas ini perlu diberi pembinaan dan pelestarian melalui diantaranya peningkatan manajemen, kungan dan fasilitasi sarana dan prasarana serta pendampingan tenaga teknis. Ketentuan ini menjadi lokalitas (local wisdom) karena menjadi kekhasan Kota Yogyakarta. Kelima, pemberian pengha gaan kepada pihak-pihak yang telah be. prestasi dan berperan penting dalam upaya pengelolaan kebudayaan. Penghargaan dapat berupa fasilitas, insentif dan bentuk lainnya.
Keenam, peran serta masyarakat. Ketentuan ini mengatur mengenai peran apa saja yang dapat diberikan oleh masyarakat di dalam pengelolaan kebudayaan. Peran serta dapat berupa bantuan upaya pengelolaan kebudayaan, bantuan pendanaan, melakukan pelindungan sementara, melakukan advokasi publikasi dan sosialisasi serta pengawasan terhadap upaya pengelolaan kebudayaan. Ketujuh, dukungan pendanaan dalam pelaksanaan pengelolaan kebudayaan.
Beberapa materi muatan di atas perlu dipertimbangkan agar kehadiran Pemerintah Kota Yogyakarta dapat lebih nyata dalam memberikan kontribusi dalam pengelolaan kebudayaan sebagai daerah otonom, bukan hanya dalam kedudukannya melaksanakan tugas dari Pemerintah DIY. Tentu saja hal ini bertujuan agar potensi kebudayaan di Kota Yogyakarta menjadi optimal secara khusus dan secara umum kebudayaan DIY dapat lestari secara maksimal.
Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kedaulatan Rakyat pada tanggal 26 Maret 2025
M. Addi Fauzani
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII