Categories
Kesehatan Pilihan

Ada Mikroplastik dalam Teh Celup, Haruskah Kita Khawatir?

  • Mikroplastik ditemukan dalam lima produk teh celup di Indonesia
  • Kontaminasi partikel ini diduga bisa menyebabkan masalah pencernaan, gangguan hormon, hingga kanker
  • Paparan mikroplastik sulit untuk dihindari, tapi bisa dikurangi, salah satunya dengan kurangi konsumsi produk kemasan

Belum lama ini, masyarakat dihebohkan dengan temuan mikroplastik pada lima merek teh celup di Indonesia. Peneliti dari Ecological Observation and Wetland Conservation (ECOTON) menemukan keberadaan partikel mikroplastik saat kantong teh—berbahan kertas kraft—diseduh dalam suhu 95 derajat Celcius.

Mikroplastik adalah komponen kecil plastik berukuran kurang dari lima milimeter (mm) yang tidak dapat larut dalam air dan sulit terurai. Sebagian besar partikel ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan, lalu mengendap di ginjal, hati, hingga otak.

Menurut peneliti ECOTON, mikroplastik berisiko menimbulkan efek kesehatan negatif, mulai dari peradangan, gangguan hormon, hingga kanker. Namun, selama lebih dari 20 tahun penelitian mikroplastik (mayoritas pada hewan coba), pengetahuan soal dampak langsung keracunan partikel ini terhadap kesehatan manusia masih sangat terbatas.

Lantas, apakah teh celup masih aman untuk dikonsumsi?

Amankah minum teh celup?

Mikroplastik terdiri dari tujuh komponen dengan karakteristik masing-masing, yaitu polipropilena (PP), polivinil klorida (PC), polietilena (PE), polietilena tereftalat (PET), poliformaldehida (POM), nilon 6 (PA6), dan polistirena (PS).

Ketujuh komponen tersebut dapat ditemui dalam produk sehari-hari, misalnya air kemasan, buah, sayuran, botol minuman, produk kosmetik, hingga kantong teh seperti yang diteliti ECOTON. Mikroplastik bisa masuk ke tubuh, saat kita mengonsumsi atau memakai produk yang sudah terkontaminasi partikel plastik ini.

Sayangnya, hasil penelitian ECOTON tidak mencantumkan informasi estimated daily intake (EDI) alias perkiraan jumlah mikroplastik yang tertelan ketika minum teh tersebut. Alhasil, masyarakat tidak memperoleh informasi utuh mengenai risiko kesehatan akibat mengonsumsi teh yang tercemar mikroplastik.

Sebagai perbandingan, di bawah ini EDI mikroplastik dalam buah dan sayuran:

Data penelitian tahun 2020 di atas memaparkan dugaan tingginya jumlah mikroplastik dalam buah dan sayuran yang tertelan oleh anak-anak dan orang dewasa. Besaran konsentrasi mikroplastik pada buah dan sayuran dipengaruhi oleh keragaman paparan, cara mengemas, dan mencuci yang dapat mengurangi kadar partikel pada buah dan sayuran.

Meski perkiraan jumlah mikroplastik dalam buah dan sayuran yang tertelan sangat banyak, penelitian tersebut tidak menjelaskan secara lengkap dampak konsumsi mikroplastik terhadap kesehatan manusia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri belum mengumumkan secara resmi ambang batas aman EDI mikroplastik dari buah, sayuran, dan produk konsumsi sehari-hari.

Oleh karena itu, sejauh belum ada regulasi batas aman mikroplastik pada bahan makanan, maka konsumsi teh celup masih diperbolehkan. Masyarakat pun tidak perlu khawatir, tetapi tetap harus waspada.

Waspada efek negatif mikroplastik

Pada dasarnya, mikroplastik ada di mana-mana. Partikel ini pun bisa memasuki tubuh manusia lewat hidung, kulit, ataupun mulut. Sejumlah penelitian menemukan keberadaan mikroplastik dalam ASI, dahak, feses, hingga darah.

Meski begitu, dampak langsung keracunan mikroplastik terhadap kesehatan manusia perlu diteliti lebih lanjut. Pasalnya, riset sebelumnya lebih banyak dilakukan pada hewan coba, berikut sejumlah temuannya:

  1. Masalah pencernaan

Penelitian tahun 2022 pada hewan coba mengungkapkan bahwa paparan mikroplastik yang tertelan dan mengontaminasi saluran cerna menyebabkan ketidakseimbangan komposisi bakteri baik dan jahat di dalam usus.

Akibatnya, penyerapan makanan pun terganggu sehingga menyebabkan hewan yang keracunan mengalami masalah pencernaan.

  1. Gangguan pernapasan

Kontaminasi mikroplastik pada pernapasan manusia diduga dapat menyebabkan stres oksidatif—yang bisa memicu peradangan, merusak saluran napas, dan menimbulkan gangguan pernapasan.

  1. Gangguan hormon dan perkembangan janin

Bisphenol A merupakan mikroplastik yang dapat terakumulasi dalam darah dan menyebabkan gangguan hormon, reproduksi, pertumbuhan, maupun perkembangan janin. 

Penelitian terbaru menemukan keberadaan mikroplastik dalam empat sampel plasenta bayi. Ukuran mikroplastik yang sangat kecil menyebabkan partikel ini sanggup melewati plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi janin.

Studi lainnya juga menemukan 59 sampel ASI yang terkontaminasi mikroplastik polipropilena (PP), polivinil klorida (PC), dan polietilena (PE). Mikroplastik bisa mengikat hormon estrogen sehingga partikel ini bisa ikut masuk ke dalam ASI.

  1. Kanker

Kontaminasi mikroplastik pada hewan dan manusia diduga bisa mendorong pembelahan sel secara tidak terkendali. Kondisi ini bisa memicu berbagai jenis kanker, seperti paru-paru, darah, payudara, prostat, dan ovarium.

Namun, penelitian lanjutan diperlukan untuk memahami bagaimana paparan mikroplastik menyebabkan pembelahan sel.

Mengurangi dampak buruk mikroplastik

Mikroplastik bisa ada di mana-mana sehingga sulit untuk benar-benar menghindari paparannya. Hal yang bisa kita lakukan adalah mengurangi risiko paparan mikroplastik lewat sejumlah cara berikut:

  • Cuci bersih buah, sayur, daging, dan ikan berulang kali. Pastikan membuang jeroannya yang mungkin mengandung zat racun berbahaya.
  • Gunakan kosmetik seperlunya. Penggunaan berlebihan berisiko menyebabkan mikroplastik masuk lewat kulit dan terserap ke dalam tubuh melalui pembuluh darah kulit.
  • Gunakan masker wajah saat keluar rumah untuk menghindari zat yang mengiritasi pernapasan.
  • Kurangi konsumsi air kemasan, teh celup, dan produk kemasan lainnya.
  • Hindari menyimpan dan memanaskan barang dalam plastik.
  • Jaga kesehatan dengan tidur yang cukup, konsumsi makan sehat bergizi seimbang, dan rutin berolahraga.

Minum teh celup boleh-boleh saja. Namun, kita tetap perlu waspada dengan tidak mengonsumsinya terlalu sering agar terhindar dari risiko efek negatif mikroplastik.

 

Tulisan sudah dimuat di The Conversation Indonesia pada tanggal 12 Mei 2025

Sani Rahman Soleman
Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UII.