Tragedi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk pasca Israel melancarkan serangan balasan kepada Hamas. Israel berdalih dengan tindakan self defense (dibaca: membela diri) karena Hamas melakukan serangan roket pada 7 Oktober 2023. Akibatnya, masyarakat sipil menjadi korban serangan brutal dan diperkirakan 23,000 penduduk sipil di pihak Palestina tewas. Sebagian besar korban tersebut adalah perempuan dan anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan selama konflik.
Upaya untuk menghentikan serangan di kedua belah pihak baik melalui jalur diplomasi tampaknya tak membuahkan hasil yang signifikan. Forum-forum internasional hanya menghasilkan dokumen yang tak berarti. Dewan Keamanan PBB sebagai organ yang paling berwenang untuk menghasilkan resolusi juga terhalang oleh veto Amerika Serikat.
Situasi inilah yang kemudian mendorong Afrika Selatan berani untuk mengajukan permohonan putusan sela (provisional measure) di Mahkamah Internasional (Internasional Court of Justice/ICJ). Pada 29 Desember 2023 di Den Haag (Belanda), Afrika Selatan mengajukan permohonan kepada hakim Mahkamah Internasional yang salah satunya adalah untuk memerintahkan Israel untuk menghentikan operasi militernya di Gaza dan melakukan gencatan senjata.
Kemana Indonesia?
Baik Israel dan Afrika Selatan merupakan negara peserta Konvensi Genosida tahun 1948. Afrika Selatan memandang bahwa tindakan balasan yang dilakukan oleh Israel telah memenuhi unsur tindakan genosida, yaitu melakukan tindakan baik sengaja maupun tidak sengaja yang menyebabkan tewasnya puluhan ribu warga sipil Palestina tewas serta ribuan warga terluka. Selain itu, tindakan Israel yang berupa pengepungan, pemindahan paksa, penghancuran infrastruktur medis, dan pembatasan akses bantuan kemanusiaan menimbulkan kondisi warga Palestina semakin tidak mungkin untuk bertahan hidup. Seluruh operasi militer yang dilakukan sangat tampak bukan hanya ditujukan kepada Hamas tetapi kepada seluruh warga Palestina.
Melalui pernyataan resmi yang diberikan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia pertengahan Januari ini, Indonesia memberikan dukungan penuh baik secara moral dan politis kepada Afrika Selatan. Meskipun demikian, secara hukum Indonesia tidak dapat turut hadir dan menggugat Israel bersama Afrika Selatan dikarenakan sampai hari ini Indonesia belum melakukan ratifikasi terhadap Konvensi Genosida 1948.
Untuk itu, tampaknya Indonesia perlu mempertimbangkan kembali untuk terlibat dan tunduk pada Konvensi Genosida 1948 sebagai tindakan nyata untuk turut serta bersama-sama masyarakat internasional lainnya untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat (gross violation of human rights).
Menanti Putusan
Pasal 41 (1) Statuta Mahkamah Internasional (ICJ Statute) memberikan peluang bagi Afrika Selatan untuk meminta agar hakim mengeluarkan putusan sela yang pada intinya memerintahkan Israel (interim order) untuk menghentikan serangan yang secara bertubi- tubi, tidak proporsional, dan melanggar prinsip kemanusiaan. Berdasarkan preseden yang ada, permohonan putusan sela selalu dikabulkan apabila dalam situasi yang mendesak dan terdapat potensi pelanggaran/kekerasan yang dilakukan oleh suatu negara.
Setidaknya terdapat optimisme bahwa Mahkamah Internasional akan mengabulkan permohonan Afrika Selatan. Pada tahun 2020, Mahkamah mengabulkan permohonan Gambia dan memerintahkan Myanmar untuk menghentikan persekusi terhadap etnis minoritas Rohingya. Selain itu pada tahun 2022, Mahkamah juga mengabulkan permohonan Ukraina dan meminta Rusia untuk menghentikan operasi militer yang berlebihan dan masuk kategori genocidal intent.
Putusan sela secara hukum mengikat bagi para pihak yang bersengketa meskipun dalam praktiknya tidak disertai dengan sanksi. Akan tetapi, putusan sela Mahkamah akan memberikan arah baru dalam penyelesaian konflik Israel dan Palestina yang berkepanjangan. Tentu saja, hal yang paling mendesak adalah putusan sela diharapkan mampu mengakhiri tragedi kemanusiaan dan memulihkan situasi di Gaza.
Tulisan sudah dimuat di rubrik Analisis Kedaulatan Rakyat pada 22 Januari 2024
Dodik Setiawan Nur Heriyanto
Dosen Fakultas Hukum UII. Bidang riset pada hukum ekonomi internasional, hukum humaniter, hukum diplomatik dan konsuler, dan hukum penyelesaian sengketa internasional.