Categories
Sains Teknologi

 Qurban dan Energi Terbarukan

Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban, bukan hanya perayaan keagamaan tetapi juga momentum reflektif yang sarat dengan nilai pengorbanan, kepedulian sosial, dan rasa syukur. Di tengah perayaan ini, jutaan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba disembelih sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Namun, seiring meningkatnya jumlah hewan kurban tiap tahunnya, muncul pula tantangan lingkungan berupa penanganan limbah penyembelihan hewan qurban. Limbah penyembelihan hewan qurban mencakup darah, isi perut, kotoran, sisa organ, air pencucian, serta bagian tubuh yang tidak dimanfaatkan. Di banyak daerah, limbah ini masih dibuang secara langsung ke lingkungan tanpa pengolahan, sehingga berisiko menimbulkan pencemaran air dan tanah, bau tidak sedap, dan penyebaran penyakit.

Kondisi ini dapat menimbulkan keresahan masyarakat serta membebani sistem sanitasi. Dalam konteks keberlanjutan dan semangat energi terbarukan, limbah penyembelihan hewan qurban justru menyimpan potensi besar yang sering diabaikan.

Limbah penyembelihan hewan qurban justru menyimpan potensi besar sebagai bahan baku energi terbarukan, khususnya biogas. Kotoran sapi dapat menghasilkan sekitar 0,03 hingga 0,04 mz biogas per kilogram per hari melalui proses fermentasi anaerob, tergantung pada kandungan bahan organik dan suhu fermentasi.

Dalam satu proses penyembelihan, seekor sapi dapat menghasilkan sekitar 10ñ15 kg limbah organik, yang bila dikonversi berpotensi menghasilkan sekitar 0,3ñ0,6 m≥ biogas. Demikian pula pada kambing, yang meskipun skalanya lebih kecil, tetap menyumbang potensi yang signifikan.

Setiap 1 kg kotoran kambing menghasilkan sekitar 0,02ñ0,03 m2 biogas, dengan satu ekor kambing menghasilkan rata-rata 3ñ5 kg limbah organik. Totalnya, satu kambing dapat menghasilkan antára 0,06ñ0,15 m≥ biogas. Proses pengolahan dimulai dengan mengumpulkan limbah penyembelihan hewan qurban, terutama dari isi perut, darah, dan kotoran. Limbah ini kemudian dicacah atau dihaluskan agar mudah terurai. Setelah itu, limbah dicampur dengan air dalam perbandingan yang sesuai, biasanya 1:1 hingga 1:2, dan di- masukkan ke dalam sebuah wadah tertutup yang disebut digester biogas.

Di dalam digester, limbah akan mengalami proses fermentasi anaerob, yaitu penguraian oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen. Proses ini berlangsung selama dua hingga empat minggu, tergantung pada suhu lingkungan dan jenis bahan yang digunakan. Dari proses ini, terbentuklah gas metana (CH4) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak atau penerangan. Sedangkan sisa hasil fermentasi berupa padatan (slurry), dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman.

Momentum Idul Adha tidak hanya bermakna sebagai ibadah kurban tahunan, tetapi juga dapat dijadikan sebagai sarana edukasi dan inovasi dalam pengelolaan limbah organik dari penyembelihan hewan kurban secara berkelanjutan. Limbah penyembelihan hewan qurban memiliki potensi besar untuk diolah menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai religius dan pendekatan ekologis, masyarakat diajak untuk lebih peduli terhadap isu lingkungan. Edukasi tentang pemanfaatan limbah penyembelihan hewan qurban menjadi energi terbarukan berupa biogas sejalan dengan upaya mengurangi ketergan- tungan pada energi fosil dan menjaga kelestarian sumber daya alam di masa depan.

 

 

Tulisan sudah dimuat di rubrik Analisis Kedaulatan Rakyat pada tanggal 11 Juni 2025

Arif Hidayat
Dosen Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) UII. Bidang riset pada material dan renewable energy.