Isu tentang turunnya daya beli masyarakat (terutama kelas menengah bawah) bukanlah isapan jempol. Data BPS menunjukkan, proporsi penduduk kelas menengah di Indonesia menurun dari 21,59 tahun 2019 menjadi 17,196 pada 2024, sekitar 10 juta orang. Ekonomi Indonesia juga hanya tumbuh 4,879 (YoY Q1-2025) yang merupakan pertumbuhan paling lambat sejak kuartal III 2021; dengan komponen konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89% level terendah selama lima kuartal terakhir.
Data yang lebih “operasional’ dari survei Bank Indonesia menunjukkan adanya penurunan penjualan eceran sebesar -4,7% YoY (Januari 2025). Hal ini diperkuat dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) anjlok dari 222 di Desember 2024 menjadi 211,5 di Januari 2025. Sementara di sisi konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun dari 127,2 pada Januari menjadi 126,4 di Februari 2025, yang menunjukkan adanya pelemahan optimisme masyarakat.
Menghadapi fenomena tersebut perlu melakukan literasi kepada publik bagaimana mengelola pengeluaran yang bijak sehingga tetap bisa hidup berkualitas di tengah tekanan ekonomi yang sulit saat ini.
Frugal Living
Dalam situasi keterbatasan pendapatan dan menurunnya daya beli, frugal living merupakan pilihan gaya hidup yang tepat, yaitu gaya hidup hemat yang berfokus pada pengeluaran yang bijak dan efisien, tanpa mengorbankan kualitas hidup. Tujuannya untuk mengelola keuangan secara cerdas, menghindari pemborosan, dan mencapai kesinambungan finansial jangka panjang. Tujuan frugal living tercapainya kebebasan finansial, mengurangi stres, gaya hidup yang berkelanjutan, dan peningkatan kualitas hidup.
Kebebasan finansial akan tercapai bila pengelolaan keuangan dilakukan secara cermat menggunakan skala prioritas pengeluaran. Pengaturan pengeluaran secara bijak akan mencegah terjadinya pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang yang berujung pada hutang. Dengan cara tersebut, “stres akibat tekanan finansial dapat dikurangi dan kelangsungan hidup jangka panjang secara berkelanjutan (sustainable living) lebih terjamin. Bahkan dengan pola hidup yang hanya berfokus pada hal yang benar-benar penting akan membawa kepuasan dan kualitas hidup yang lebih tinggi.
Skala Prioritas
Dalam keterbatasan pendapatan, pengaturan pola konsumsi menjadi kata kunci untuk bisa tetap hidup berkualitas. Beberapa prinsip konsumsi yang relevan untuk diterapkan adalah: skala prioritas kebutuhan, belanja cerdas, dan memaksimalkan penggunaan barang.
Menentukan skala prioritas dalam pola konsumsi bisa dicapai bila kita mampu membedakan mana yang merupakan kebutuhan (needs) yang harus dipenuhi, dan mana yang pemenuhannya atau bahkan tidak sama sekali, tergantung besarnya pendapatan. Sayangnya, tidak sedikit masyarakat yang masih terjebak denganlife style sebelumnya, padahal kemampuan daya belinya sedang menurun.
Prinsip lain dalam berkonsumsi adalah belanja cerdas dengan memanfaatkan discount atau promo yang ada, atau bahkan membeli barang bekas dengan kualitas yang masih baik. Prinsip terakhir adalah memaksimalkan penggunaan barang yang ada secara maksimal diserta perawatan yang terstandar sehingga masa pakainya menjadi lebih panjang.
Dengan pengaturan pola konsumsi yang berbasis pada skala prioritas diharapkan masyarakat akan tetap bisa memenuhi kebutuhannya dan terhindar dari pola hidup “gali lubang tutup lubang hanya karena ingin mempertahankan gaya hidup dan demi gengsi. Berhutang untuk memenuhi kebutuhan bukanlah penyelesaian masalah, tapi justru akan menimbulkan masalah baru yang lebih rumit penyelesaiannya.
Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kedaulatan Rakyat pada tanggal 11 Juli 2025
Arif Hartono
Dosen Jurusan Manajemen FBE UII dan Wakil Ketua Lembaga Ombudsman DIY. Bidang riset pada manajemen sumber daya manusia dan metolodogi penelitian sumber daya manusia.